Daun Bidara Menurut Al-Qur’an

Standar

BAB I

PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang

Segala sesuatu yang telah diciptakan oleh ALLAH di muka bumi ini seluruhnya tidak ada yang tidak mempunyai manfaat, semuanya dari yang ada di langit hingga yang berada di dasar bumipun mempunyai manfaat, tiada sedikitpun yang sia-sia dimuka bumi ini.

ALLAH menciptakan alam ini dan menjadikan manusia sbagai khalifah di alam ini adalah suatu hakikat ilmiah dan tidak perlu diperdebatkan di kalangan cendekiawan. Sebagaimana difirmankan ALLAH,

“Dan kami turunkan dari Al-Qur’an suatu yang menjadi penawar dan rahmat.” (QS. Al-Isra’ [17]:82).

ALLAH benar- benar memuliakan umat manusia dengan menurunkan kitab-Nya. ALLAH sendiri yang menjaga dan memelihara kitab suci Al-Qur’an, dan tidak mewakilkan kepada manusia atau para malaikat untuk menjaganya, sesuai dengan Firman-Nya,

“Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al-Qur’an, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.”(QS. Al-Hijr [15]:9).

Karena itu, para generasi Islam di masa awal berpegang teguh  dengan Al-Qur’an, sehingga kehidupan mereka sejahtera dan penuh kedermawanan. Penyakit yang dialami  mereka dapat diredam. Bagi generasi awal, Al-Qur’an selalu menjadi penawar dan pencegah segala bentuk penyakit. Sesungguhnya Al-Qur’an tiada pernah berakhir dan tidak pernah usang dari usungan penentang-penentangnya yang sangat banyak.

1.2. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dari makalah ini adalah sebagai berikut:

  1. Apakah manfaat dari daun bidara (Ziziphus mauritiana Lamk.)?
  2. Mengapakah daun bidara (Ziziphus mauritiana Lamk.) disebutkan dalam Al-qur’an?

1.2  Tujuan

Adapun tujuan dari makalah ini adalah sebagai berikut:

  1. Mengetahui manfaat dari daun bidara (Ziziphus mauritiana Lamk.)
  2. Mengetahui alasan daun bidara disebut dalam Al-qur’an

 

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Deskripsi

 

  • Klasifikasi:

Kingdom: Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom: Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi: Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi: Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas: Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
Sub Kelas: Rosidae
Ordo: Rhamnales
Famili: Rhamnaceae
Genus: Ziziphus
Spesies: Ziziphus mauritiana Lamk.

Pohon bidara memiliki ciri-ciri, tumbuhan berupa pohon, tinggi 5 – 15 m. batang bengkok dan bertonjolan. Ranting kerapkali menggantung. Daun bertangkai, bulat telur oval, 4 – 8 kali 2 – 7 cm, bertulang daun 3, bergerigi lemah, dari bawah putih atau cokelat larat seperti vilt. Daun penumpu bentuk duri, hampir selalu salah satu dari keduanya gagal tumbuhnya. Bunga dalam paying tambahan, bertangkai pendek atau duduk, berambut seperti vilt di ketiak. Daun pelindung bulat telur, berambut cokelat karat. Garis tengah bunga ±0,5 cm. kelopak kuning hijau, separuh jalan berlekuk 5, taju segi tiga bulat telur, dari dalam berlunas, dari luar bentuk vilt. Daun mahkota 5, bentuk telur terbalik, bentuk tudung, putih. Tonjolan dasar bunga datar, berekuk 10, engelilingi bakal buah yang beruang 2. Cabang tangkai putik 2. Buah baty berdaging, bentuk bola oval, panjang 1,5 – 2 cm, mula-mula kuning, kemudian merah tua, gundul. Di bawah 400 m, mungkin juga ditanam. Terutama umum di daerah kering.

Daun Bidara adalah salah satu tanaman yang disebut dalam al-Qur’an. Menurut yang diceritakan al-Qur’an dan Hadits daun Bidara memiliki banyak manfaat.
Nama-nama lain dari daun Bidara:
– Daun Seureuh
– Daun Cedar
– Daun Arabian Jujube
– Zizyphus Spina-Christi

Sidrat al-Muntahā (Arab: سدرة المنتهى‎ , Sidratul Muntaha) adalah sebuah pohon bidara yang menandai akhir dari langit/Surga ke tujuh, sebuah batas dimana makhluk tidak dapat melewatinya, menurut kepercayaan Islam. Dalam kepercayaan ajaran lain ada pula semacam kisah tentang Sidrat al-Muntahā, yang disebut sebagai “Pohon Kehidupan”.

Pada tanggal 27 Rajab selama Isra Mi’raj, hanya Muhammad yang bisa memasuki Sidrat al-Muntaha dan dalam perjalanan tersebut, Muhammad ditemani oleh Malaikat Jibril, dimana Allah memberikan perintah untuk Salat 5 waktu.

Dalam Agama Baha’i Sidrat al-Muntahā biasa disebut dengan “Sadratu’l-Muntahá” adalah sebuah kiasan untuk penjelmaan Tuhan.

Secara etimologi Sidrat al-Muntahā berasal dari kata sidrah dan muntaha. Sidrah adalah pohon Bidara, sedangkan muntaha berarti tempat berkesudahan, sebagaimana kata ini dipakai dalam ayat berikut:

“ Kemudian akan diberi balasan kepadanya dengan balasan yang paling sempurna, dan bahwasanya kepada Tuhanmulah kesudahan (segala sesuatu). (An-Najm, 53:41-42) ”

Dengan demikian, secara bahasa Sidratul Muntaha berarti pohon Bidara tempat berkesudahan. Disebut demikian karena tempat ini tidak bisa dilewati lebih jauh lagi oleh manusia dan merupakan tempat diputuskannya segala urusan yang naik dari dunia di bawahnya maupun segala perkara yang turun dari atasnya. Istilah ini disebutkan sekali dalam Al-Qur’an, yaitu pada ayat:

“ …(yaitu) di Sidratil Muntaha. (An-Najm, 53:14) ”

  • Wujud Sidrat al-Muntahā

Sidratul Muntaha digambarkan sebagai Pohon Bidara yang sangat besar, tumbuh mulai Langit Keenam hingga Langit Ketujuh. Dedaunannya sebesar telinga gajah dan buah-buahannya seperti bejana batu. Menurut Kitab As-Suluk, Sidrat al-Muntahā adalah sebuah pohon yang terdapat di bawah ‘Arsy, pohon tersebut memiliki daun yang sama banyaknya dengan sejumlah makhluk ciptaan Allah.

Allah berfirman dalam surah An-Najm 16,

“ Ketika Sidratil Muntaha diliputi oleh sesuatu yang meliputinya (an-Najm, 53: 16)”.

Dikatakan bahwa yang menyelimutinya adalah permadani terbuat dari emas.

Jika Allah memutuskan sesuatu, maka “bersemilah” Sidratul Muntaha sehingga diliputi oleh sesuatu, yang menurut penafsiran Ibnu Mas’ud radhiyallahu anhu adalah “permadani emas”. Deskripsi tentang Sidratul Muntaha dalam hadits-hadits tentang Isra Mi’raj tersebut hanyalah berupa gambaran (metafora) sebatas yang dapat diungkapkan kata-kata. Hakikatnya hanya Allah yang Maha Tahu.

  • Peristiwa di Sidratul Muntaha bagi Nabi Muhammad

Ketika Mi’raj, di sini Nabi Muhammad melihat banyak hal, seperti:

  • Melihat bentuk asli Malaikat Jibril

Dikatakan bahwa Muhammad telah melihat wujud asli dari Malaikat Jibril yang memiliki sayap sebanyak 600 sayap.

“ Dan sesungguhnya Muhammad telah melihat Jibril itu (dalam rupanya yang asli) pada waktu yang lain, (An-Najm 53:13) ”

  • Melihat Tuhan

Dikatakan pula bahwa Muhammad telah melihat Allah yang berupa cahaya.

Untuk hal ini terdapat beda pendapat di kalangan ulama, apakah Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam pernah melihat Tuhannya? Jika pernah apakah beliau melihat-Nya dengan mata kepala atau mata hati? Masing-masing memiliki argumennya sendiri-sendiri. Di antara yang berpendapat bahwa beliau pernah melihat-Nya dengan mata hati antara lain al-Baihaqi, al-Hafizh Ibnu Katsir dalam Tafsirnya, dan Syaikh al-Albani dalam tahqiq beliau terhadap Syarah Aqidah ath-Thahawiyah. Salah satu argumentasi mereka adalah hadits di atas.

  • Mendapatkan Perintah Shalat

Di Sidratul Muntaha ini Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam mendapatkan perintah salat 5 waktu. Perintah melaksanakan salat tersebut pada awalnya adalah 50 kali setiap harinya, akan tetapi karena pertimbangan dan saran Nabi Musa serta permohonan Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam sendiri, serta kasih dan sayang Allah Subhahanu wa Ta’ala, jumlahnya menjadi hanya 5 kali saja. Di antara hadits mengenai hal ini diriwayatkan oleh Ibnu Abbas dan Ibnu Mas’ud.

Dari Abdullah (bin Mas’ud), ia telah berkata: “Ketika Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam diisrakan, beliau berakhir di Sidratul Muntaha (yang bermula) di langit keenam. Ke sanalah berakhir apa-apa yang naik dari bumi, lalu diputuskan di sana. Dan ke sana berakhir apa-apa yang turun dari atasnya, lalu diputuskan di sana.”

Ia berkata: “Kemudian Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam diberi tiga hal: Diberi salat lima waktu dan diberi penutup Surah al-Baqarah serta diampuni dosa-dosa besar bagi siapapun dari umatnya yang tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun”.

HR Muslim (173) dengan redaksi di atas, at-Tirmidzi (3276), an-Nasai (451), dan Ahmad

  • Informasi mengenai daun ini termaktub dalam al-Qur’an dan Hadits nabi:

    Surat AS-SABA ayat 16, yang artinya sebagai berikut: ”Kami ganti kedua kebun mereka dengan dua kebun yang ditumbuhi (pohon-pohon) yang berbuah pahit, pohon Atsl dan sedikit dari pohon sidr.”(Q.S. As-Saba,16).

    Surat Al-Waqi’ah ayat 28, yang artinya sebagai berikut: “Berada di antara pohon bidara yang tidak berduri.” (Q.S. Al-Waqi’ah,28).

Allah azza wa jalla berfirman:

“Dan golongan kanan, alangkah bahagianya golongan kanan itu. Berada di antara pohon bidara yang tidak berduri, dan pohon pisang yang bersusun-susun (buahnya), dan naungan yang terbentang luas,dan air yang tercurah, dan buah-buahan yang banyak,” (QS. al-Waqi’ah (56) : 27-32)

Dalam tafsir disebutkan pohon bidara yang dimaksud adalah yang telah dihilangkan durinya ataupun  buahnya yang lebat, demikian pendapat Ibnu Abbas rodhiyallohu ‘anhuma.

Berkata Ibnu Katsir rohimahulloh setelah menukil beberapa pendapat (tentang pohon bidara dalam ayat tersebut): Dhohirnya yang dimaksud adalah pohon bidara di dunia banyak durinya dan sedikit buahnya, adapun di akhirat kebalikannya, tidak ada durinya dan buahnya banyak.

v   ^Ketika orang kafir masuk Islam.
Mengenai wajibnya hal ini terdapat dalam hadits dari Qois bin ‘Ashim radhiyallahu ‘anhu,

“Beliau masuk Islam, lantas Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkannya untuk mandi dengan air dan daun sidr (daun bidara).”

(HR. An Nasai no. 188, At Tirmidzi no. 605, Ahmad 5/61. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih).

v   Memandikan si mayit
Di antaranya adalah perintah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada Ummu ‘Athiyah dan kepada para wanita yang melayat untuk memandikan anaknya,

“Mandikanlah dengan mengguyurkan air yang dicampur dengan daun bidara tiga kali, lima kali atau lebih dari itu jika kalian anggap perlu dan jadikanlah yang terakhirnya dengan kafur barus (wewangian).” (HR. Bukhari no. 1253 dan Muslim no. 939).

v   ^ Mandi Wanita Haidh
“Dari Aisyah radhiallahu ‘anha bahwa “Asma’ bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang mandi wanita haidh. Maka beliau bersabda, “Salah seorang dari kalian hendaklah mengambil air dan daun bidara, lalu engkau bersuci, lalu membaguskan bersucinya….”(HR. Bukhari no. 314 dan Muslim no. 332)

^Ibnu Katsir saat menafsirkan surah al-Baqarah, ayat 102 yang bercerita mengenai fitnah syetan kepada nabi Sulaiman menyebutkan bahwa untuk mengobati sihir, Insya Allah sebaiknya kita mengambil 7 helai daun bidara, kemudian ditumbuk halus, lalu dicampurkan tumbukan daun tersebut dengan air, dan dibacakan ayat kursi,
surat al-Falaq dan ayat-ayat lain yang bisa mengusir syetan.

2.1 Manfaat Daun Bidara

  1. Daun Bidara digunakan  memandikan Jenazah

Daun bidara dapat membersihkan kotoran, oleh karena itu Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam berkata kepada para wanita yang sedang memandikan jenazah putrid  beliau zainab “Mandikanlah dia dengan basuhan ganjil, tiga, lima, atau lebih dari itu kalau kalian pandang perlu. Mandikan jenazahnya dengan air dicampur daun bidara, dan basuhan yang terakhir dicampur dengan sedikit kapur barus.” (HR. Al-Bukhori dan Muslim).

Juga sabda Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam tentang seseorang yang berihrom kemudian meninggal karena terlempar oleh untanya sendiri:”Mandikanlah dia dengan air dan daun bidara”(HR Bukhori dan Muslim).

  1. Daun bidara dignakan untuk Pengobatan Penyakit Sihir dan Guna-guna.

Daun bidara juga bemanfaat-dengan izin Alloh tentunya- untuk pengobatan gangguan sihir, ‘ain (mata jahat) dan suami yang tercegah dari menggauli istrinya, oleh karena itu para ulama menjelaskan caranya adalah ambil tujuh helai daun bidara yang bagus, kemudian bacakan doa dan ruqyah, tumbuk dan campurkan ke dalam air kemudian air digunakan untuk mandi dan minum si sakit.

  1. Dan termasuk dari faidah Tanaman Bidara sebagaimana disebutkan oleh Ibnul Qoyyim rohimahulloh diantaranya: Buahnya bisa dimakan, mengobati diare, obat untuk penyakit perut, memperkuat fungsi hati dan empedu, meningkatkan nafsu makan, dll.

 

BAB III

KESIMPULAN

3.1 Penutup

Berdasarkan penjelasan mengenai daun bidara (Ziziphus mauritiana  Lamk.) dapat diambil kesimpulan bahwa:

  1. daun bidara mempunyai banyak sekali manfaat untuk manusia dan daun  bidara juga banyak di hubungkan dengan kejadian-kejadian pada masa Rasulullah sehingga pohon bidara ini menjadi sangat penting dan terdapat banyak di dalam ayat Al-qur’an. Dan daun bidara yang di artikan dengan Sidrah al-muntaha yang berhubungan dengan peristiwa isra’ mi’raj yakni peristiwa Rasulullah mendapatkan perintah untuk sholat 5 waktu yang merupakan kewajiban manusia untuk menjalankan, sehingga karena pentingnya hal tersebut sidr disebukan dalam Al-qur’an.
  2. Daun bidara mempunyai banyak manfaat di antaranya adalah digunakan untuk memandikan jenazah, mandi seorang yang baru menjadi mualaf sebagaimana di “Beliau masuk Islam, lantas Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkannya untuk mandi dengan air dan daun sidr (daun bidara).” (HR. An Nasai no. 188, At Tirmidzi no. 605, Ahmad 5/61. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadist ini shahih). Dan juga Buahnya bisa dimakan, mengobati diare, obat untuk penyakit perut, memperkuat fungsi hati dan empedu, meningkatkan nafsu makan, dll.

3.2 Saran

Semoga bagi para pembaca dapat mempelajari makalah ini dan dapat sehingga dapat lebih baik dalam memahami daun bidara dan pembahasannya dalam ayat Al-qur’an.

 

DAFTAR PUSTAKA

Steenis, van Dr. C.G.G.J., dkk. 2008. FLORA. Jakarta: PT. Pradnya Paramita

Mahmud, Hasan, Mahir.2007. Mukjizat Kedokteran Nabi. Jakarta: Qultum Media

http://www.saaid.net/Doat/assuhaim/187.htm

http://www.plantamor.com/

http://www.wikipedia.com/

http://www.iptek.com/

Tinggalkan komentar